Jumat, 12 November 2010

To Be Yours, Bab I part 03

Ranggi memarkir mobilnya dengan terburu-buru. Ia menyambar kertas karton bertuliskan Huang dengan huruf mandarin dan tas lengannya dan segera keluar dari mobil. Setelah menutup pintu mobilnya dengan kaki kirinya, ia segera berlari. Tak sampai 15 menit, ia sudah berdiri di dekat gate E. Ranggi melirik arlojinya, sudah waktunya pesawat yang dinaiki Mr. Huang itu mendarat.

Dio meyeret kopernya dengan santai dan keluar dari gerbang. Dari jauh ia melihat kertas karton bertuliskan Huang cukup besar. Kertas itu sangat mencolok karena ditulis dengan spidol tebal apalagi satu-satunya yang menggunakan huruf mandarin. Dio segera mengenali Ranggi dan sadar gadis itu tidak mengenalinya karena matanya masih berkeliaran menari-cari. Dio segera lurus berjalan ke arahnya.

Ketika mata Ranggi bertatapan dengan Dio, Dio melambaikan tangannya sambil tersenyum. Ranggi terhenyak, ia ragu apakah Dio melambaikan tangannya kepadanya. Sepertinya begitu karena mata Dio begitu yakin menatapnya. Ranggi menurunkan kertas kartonnya tanpa sadar, seingatnya Mr. Huang yang ditemuinya di Shanghai Expo adalah pria yang seumuran dengan ayahnya. Pria yang kini berjarak dua meter dari tempatnya berdiri itu jelas masih muda, mungkin akhir dua puluhan. Tanpa perlu pikir panjang, Ranggi dapat menggolongkannya ke dalam golongan pria tampan. Ia memiliki pembawaan yang menawan, matanya tajam seakan-akan mampu masuk ke dalam pikiran lawan yang ditatapnya. Pakaiannya sangat chic, terlalu fashionable untuk ukuran pria di Indonesia. Jika Ranggi tak mengingat bahwa pria ini berasal dari Taiwan, ia pasti akan mengiranya sebagai gay.

“Hallo!” sapa Dio. Kini ia berdiri di dekat Ranggi. Benar-benar dekat sampai dapat merasakan aura tegang gadis itu. Hal yang sering ia dapati dari gadis-gadis lain yang menatapnya. Ia tersenyum, ia sama sekali tak menyangkal kalau ia memiliki pesona yang begitu kuat. Biasanya ia selalu senang dengan pesonanya itu karena mampu membuatnya menarik perhatian wanita-wanita yang ia inginkan. Tapi tidak kali ini, ia memaki dalam hati.

Ranggi segera menguasai diri. Ia sadar, pria ini menyadari kondisi-tak-sadar-dan-jelas-terlihat-sedang-terpesona yang tadi dialaminya. Ia merasa malu dan menundukkan kepala.

Dio menyadari tingkah laku Ranggi. Dalam hati ia was-was jika Ranggi benar-benar jatuh cinta kepadanya. Jika gadis itu jatuh cinta kepadanya, matilah ia karena hal itu berarti pernikahan mereka akan segera berlangsung. Papanya pasti akan langsung mengurus semua hal dan tahu-tahu ia akan berdiri di depan altar gereja.

“Mr. Huang?” tanya Ranggi.

“Diondanu Huang!” ucap Dio sambil mengulurkan tangannya.

Ranggi menyambut uluran tangannya, “ Ranggi Wardhana”

“ Maaf, saya sama sekali tak mengira bahwa yang akan datang semuda ini!” kata Ranggi dalam bahasa mandarin yang lancar membuat Dio terkejut.

“Kau bisa bahasa Mandarin?” tanya Dio dalam bahasa Mandarin pula.

Ranggi mengangguk, “dulu sangat menyukai drama-drama Taiwan dan memutuskan untuk belajar bahasa Mandarin.”

Dio menatap Ranggi sejurus, “ Ya, dahulu drama-drama Taiwan sempat terkenal di Asia” katanya memakai bahasa Indonesia.

Ranggi kaget, ia sama sekali tak menyangka bahwa Dio bisa menggunakan bahasa Indonesia.

Dio menyadari kekagetan Ranggi, “Aku lahir di Indonesia, sampai umur 6 tahun, aku masih tinggal di sini. Baru setelah itu keluarga kami pindah ke Taiwan. Itupun dengan membawa pembantu-pembantu yang ada di rumah kami. Jadi di Taiwan, aku terbiasa mendengar mama berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia pada pembantu-pembantuku itu.”

“Ah, jadi sebenarnya Anda tidak membutuhkan pemandu untuk kunjungan Anda selama di sini.”

“Pemandu?”

“Ya, ayah saya, Bapak Wardhana menugaskan saya untuk memandu Anda selama kunjungan Anda di Indonesia.”

“Kurasa kita tidak perlu memakai bahasa yang terlalu formal. Dengan hubungan yang ingin dijalin di antara keluarga kita, kau tahu maksudku kan, rasa-rasanya kita tak perlu memakai bahasa formal begitu.”

Ranggi berpikir sejenak, baru kali ini ia membawa rekan bisnis yang menginginkan panduan kunjungan santai. Mungkin karena lelaki ini masih muda sehingga tidak menyukai panduan perjalanan yang formal. Ranggi pun mengangguk.

“Bagus” kata Dio, ‘sejujurnya, aku tak menyukai gagasan yang dibuat oleh ayahmu dengan papaku itu. Jadi maksud kedatanganku ke Indonesia untuk menolak gagasan itu, kuharap kau memahamiku. Aku tak ingin kau berharap banyak pada diriku.’

Ranggi berpikir cepat, laki-laki ini hendak memutuskan hubungan bisnis yang hendak dirintis oleh ayahnya dengan Mr. Huang senior. Ranggi tidak ingin itu terjadi, grup Huang adalah salah satu konglomerasi besar di Taiwan. Jika perusahaan mereka berhasil berpartner dengan grup ini dapat dipastikan penestrasi produk ke Taiwan dan Cina daratan akan lebih mudah dilakukan. Ia harus mencari cara agar pria ini membatalkan niatnya.

“Jujur saja aku tak mengetahui gagasan bisnis antara ayahku dengan papamu, tapi kupikir kamu lebih baik memutuskan perkara itu setelah kamu selesai melakukan kunjungan bisnismu selama di Indonesia.” Kata Ranggi.

“ Gagasan bisnis?” tanya Dio, ia berhenti berjalan. Gadis itu ikut berhenti, satu langkah di belakangnya.

Ranggi memandang Dio dengan heran, pria itu menampakkan wajah keheranan lalu berganti senyuman ganjil.

“Ya, kupikir apa yang hendak dirintis oleh papamu dan ayahku itu sebuah terobosan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Perusahaan kami membutuhkan partner untuk pasar Taiwan dan Cina daratan dan Huang Grup membutuhkan pasokan produk-produk organik. Kurasa kami bisa dipercaya untuk supply produk-produk itu.”

Dio menatap gadis itu dengan tajam, tidak ada tanda gadis itu berbohong atau pura-pura tidak tahu. Great, gadis ini tidak mengetahui rencana perjodohan mereka berdua. Mungkin ayahnya tidak memberitahunya atau rencana perjodohan ini baru sepihak, dari pihak papanya. Pilihan kedua rasanya mustahil, ia tahu betul watak papanya. Yang tersisa adalah pilihan pertama dan itu membuatanya heran. Apa maksud ayah Ranggi dengan tidak memberitahu anaknya tentang perjodohan mereka berdua? Apakah itu sebagai suatu bentuk tantangan kepadanya, untuk menaklukkan hati putrinya? Tantangan yang bodoh, karena dalam jangka waktu satu bulan kunjungannya, ia pasti akan dapat menaklukan hati gadis itu. Masalahnya adalah, ia tak ingin melakukannya. Walau harus diakui gadis ini cukup menarik tapi ia benar-benar tak bisa membayangkan harus menghabiskan hidupnya bersama gadis sepolos dia.

“Ah, akan kupikirkan lagi. Mungkin benar seperti kata-katamu, aku akan memutuskannya setelah selesai melakukan keperluan bisnisku di sini.” Kata Dio.

Ranggi tersenyum lega, paling tidak Dio berniat mempertimbangkan kerjasama bisnis antara kedua keluarga. Ranggi bertekad untuk mewujudkan hubungan kerjasama ini, ia akan melakukan segala hal yang dapat ia lakukan. Jika pilihannya adalah menjadi budak pria ini pun, ia akan melakukannya. Ranggi tertawa dalam hati, tentu saja tidak akan ada yang merasa keberatan melayani pria sememikat Dio. Dua puluh empat jam disamping pria ini sama sekali tak membuatnya rugi. Bayangan menghabiskan waktu satu bulan penuh ke depan bersama pria ini pasti akan sangat menyenangkan.

Menyadari pikirannya itu, Ranggi segera menepisnya jauh. Ia segera teringat pria ini adalah rekan bisnis ayahnya. Keberadaannya sangat penting demi kemajuan perusahaan keluarga. Lupakan niat untuk flirting dengan pria ini. Walaupun sangat disayangkan tapi ia tak ingin menimbulkan masalah. Lagipula, ia sama sekali tak memiliki niat untuk berhubungan serius dengan pria berkebangsaan asing. Baginya pria local adalah yang terbaik, pria asing hanya akan menimbulkan rasa tidak aman dalam jalinan percintaan.

Ranggi tersenyum, “Jadi, apa yang hendak kamu lakukan selama satu bulan ke depan?”

Bagus, berikan pelayanan terbaik, Ranggi bergumam dalam hati.

Dio menatap Ranggi, gadis ini benar-benar menganggapnya hanya sebagai rekan bisnis. Baguslah, ia justru menyukainya. Setidaknya, urusan bisnisnya akan berjalan dengan mulus dan ia tidak perlu repot menghadapi ayahnya. Cukup mengatakan bahwa gadis ini tidak menyukainya akan membuat papanya berhenti melakukan perjodohan ini.

“Pertama-tama, aku ingin makan. Apakah kau tahu tempat makan yang menyenangkan?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi-bagi pendapatnya ya...