Selasa, 12 Oktober 2010

Hidup dalam Imajinasi

Okelah, ini postingan nggak terlalu penting tapi tetep pengen gue postingin. Mungkin ini salah satu fase yang harus gue alami dari hidup gue, menjadi dewasa (umur 21 belum dewasa juga). Gue senang bermimpi, mungkin karena gue selalu suka dengan cerita-cerita dongeng, gue jadi senang berkhayal. Terkadang gue lupa kalau makhluk hidup itu gak hanya butuh bermimpi, tapi butuh pula hidup di dunia nyata.

Imajinasi bagai candu dalam hidup gue, gue nggak bisa melepaskannya. Mungkin karena kebiasaan dari kecil. Berulang kali gue selalu shout out sama diri gue, lakukanlah sesuatu, tapi entah kenapa begitu susah melakukannya. Jiwa kanak-kanak gue menolak untuk menghadapi masalah. Jiwa kanak-kanak gue menolak untuk menghadapi kenyataan kalau hidup itu yang emang punya banyak masalah. Dan semua masalah itu harus kita selesaikan. Struggling adalah kelemahan terbesar gue...

Pada akhirnya, gue memilih untuk kabur. Gue yang seorang pengecut ini memilih untuk melupakan masalah gue dan kabur dalam imajinasi gue. Ternyata, gue masih sama seperti 12 tahun lalu, hidup dalam imajinasi. Selalu dan selalu...

Pertanyaan yang sudah bosan gue dengar, kapan gue berubah jadi dewasa? Sementara gue suka sifat naif gue, gue suka sifat ceria gue. Gue nggak mau kehilangan senyuman gue, gua nggak mau hati gue berubah menjadi keruh. Gimana caranya gue berubah menjadi dewasa tanpa harus kehilangan semua itu?

Public Transportation Day

Sekarang ini sedang marak-maraknya program Car Free Day, gue sendiri nggak yakin apa sih tujuan dari program itu? Bukan mengatasi kemacetan kan? Soalnya efek lenggang yang ditimbulkannya hanya sebentar. Kalau tujuannya untuk memberi masyarakat tempat bermain yang cukup luas, yah…lumayan berhasil lah. Di Bandung sendiri, Car Free Day diadakan setiap hari Minggu, hari dimana kota Bandung umumnya kebanjiran pendatang luar kota yang ingin berlibur. Dari program Car Free Day itu saya tercetus, kenapa ya, kita nggak mengadakan program Public Transportation Day? Btw, kalau sudah pernah baca cetusan program ini di blog-blog lain, boleh kasih tahu dong alamat blognya.

Sebenarnya, pemikiran PTD ini didasarkan pada pemikiran egois gue. Berhubung Jakarta adalah jantung ekonomi Indonesia, mau-nggak mau banyak pendatang datang ke Jakarta dengan tujuan mencari kerja. Gue sendiri juga habis lulus juga mau-nggak mau harus ke Jakarta (ngomong-ngomong soal kelulusan, sepertinya masih lama). Mau pulang kampung, nggak mungkin. Secara di Purworejo (pernah dengar?) adalah kota statis, kotanya para pensiunan. Dan company-company yang ngasih duit gede ya di Jakarta. Jangan tanyakan tentang bisnis pribadi atau sejenisnya, gue nggak ada bakat sama sekali. Dan kalau kelulusan gue tepat seperti yang gue perkirakan, awal tahun 2012 gue sudah lulus. Jujur, pada saat itu ada dua hal yang gue khawatirkan. Yang pertama, mitos kiamat yang katanya akan terjadi pada tahun 2012 dan yang kedua kemacetan Jakarta. Mampus deh, kalau gue harus berkutat dengan kemacetan seperti itu setiap saat.

Kemacetan yang biasanya terjadi di Bandung, yang pertama kalau lagi weekend dan gue selalu berusaha menghindarinya. Daripada jalan-jalan pas weekend, mending pas weekday. Kalau mau belanja, harganya nggak jauh berbeda, dan bonusnya 21 ngasih harga nomad, hehehe. Terus biasanya di Dago yang ke arah Simpang. Terus yang paling gue sering alami, macet pas pulang kuliah, kadang-kadang dari depan dealer Honda DU sampai Simpang, atau macet di daerang pertigaan Sekeloa. Sumpah itu SPBU harusnya ditutup aja. Nah kalau macet yang ini, gue lebih milih turun dari angkot, terus jalan kaki deh. Tapi nggak mungkin kan, metode jalan kaki itu gue terapkan di Jakarta. Satu-satunya harapan gue, semoga pas gue lulus, Busway benar-benar sudah optimal perfomanya.

Nah itu, untuk mengajari masyarakat agar memilih moda transportasi publik dari pada mobil pribadi, gue berharaaap banget pemerintah DKI mau ngadain Public Transportation Day secara rutin. Pada saat itu, semua bentuk kendaraan pribadi dilarang beroprasi, atau bolehlah sekedar sepeda motor. Jadi para pengguna-pengguna mobil itu, mau nggak mau akan memilih taksi atau busway (btw, yang bener dipanggil busway atau TransJakarta ya?). Yang pasti, PTD itu harus diterapkan pada seluruh jalan-jalan yang terdapat jalur buswaynya dan harus dijaga ketat oleh polisi. Dengan begitu, nggak ada kendaraan pribadi yang bisa nyelonong begitu saja. Yah, iring-iringan mobil presiden bolehlah lewat.

Dengan diadakannya PTD, masyarakat dipaksa menggunakan moda transportasi publik. Jika pelayanan busway bisa optimal, gue yakin barang setahun, masyarakat akan lebih memilih menggunakan busway daripada naik mobil pribadi. Iya kan? Secara mereka sudah tahu, naik busway nyaman terus dapat bonus nggak ada macet. Jadi SEHARUSNYA masyarakatnya jadi sadar untuk menyimpan mobilnya di garasi rumahnya saja. Bayangkan berapa banyak pertamax yang bisa dihemat dari tindakan itu. Kalau orang-orang yang biasanya memakai mobil pribadi ada 10 orang di tiap satu kali pemberangkatan busway, itu artinya kita telah mengurangi pemakaian bensin 10 mobil. Itu baru satu kali pemberangkatan. Itung-itungan totalnya jadi berapa ya? Jika rentang antar bus adalah 15 menit, sementara bus beroprasi 20 jam (sementara jumlah bus yang dibutuh kan tiap jalur adalah 20 buah). Hitung-hitungannya, akan ada 80 kali pemberangkatan yang melewati satu jalur ( 1 bus, 4 kali pemberangkatan). Artinya akan ada penghematan bensin sebanyak 800 mobil. Jika hitung saja, rata-rata yang mereka pakai adalah 2 liter per mobil, berarti ada penghematan 1600 liter bensin per hari. Dengan begitu, manfaat yang bisa diperoleh bertambah satu lagi yaitu ikut menjaga lingkungan dengan mengerem polusi akibat pemakaian BBM.

Pada intinya PTD adalah sebuah bentuk pengajaran kepada masyarakat sehingga pelaksanaannya harus benar-benar disiplin. Selain itu, subyek-subyek pengajarnya (dalam hal ini, pemerintah melalui dinas perhubungan, karyawan TransJakarta, para polisi dan media) harus benar-benar memahami pentingnya program ini. Sehingga mereka bisa kompak mengatasi pihak-pihak lain yang merasa kepentingannya terganggu oleh proses edukasi masyarakat ini. Jika seluruh bagian itu kompak, masyarakat sebagai obyek pengajarannya akan lebih mudah diatur dan tidak mendengar selentingan-selentingan negatif yang dilontarkan oleh pihak ketiga.

Btw, siapa aja yang mungkin jadi pihak ketiga? Yang bisa gue tebak tentu saja industri BBM dan industri mobil. Bukan tidak mungkin, efek jangka panjang dari penerapan PTD ini akan menurunkan demand mobil dan BBM. Selain itu juga akan menurunkan usaha-usaha variasi mobil. Pemerintah sebagai pemimpin dari proses edukasi ini harus mampu memberikan solusi bagi ketiga industri di atas. Sehingga paling tidak, ketiganya akan legawa dan siap menyusun strategi pemasaran yang baru. Ada yang bisa kasih solusinya nggak?

Selain itu, kalau para pengguna mobil ini beralih ke moda transportasi publik para pengemis-pengemis dan pengamen-pengamen di jalanan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk beroperasi. Begitu juga dengan pedagang asongan dan joki-joki 3in1. Tentu saja efek yang ini membutuhkan pembahasan tersendiri.