Selasa, 23 Maret 2010

I Wanna See Chinesse Baby Girl

Bersyukur saya lahir di Indonesia. Bersyukur pula, saya besar di Indonesia. Walau negeri ini belum berjaya, tapi banyak hal yang patut kita banggakan. Dan hal-hal itu kadang terlupakan dari pandangan kita. Seperti kata pepatah, gajah di pelupuk mata tak tampak semut di seberang lautan tampak jelas. Kadang kala kita menginginkan hal-hal yang ada di negara-negara lain, tetapi ada hal-hal yang patut kita ketahui untuk disyukuri.

1. Kita tak punya aturan hanya boleh punya anak satu seperti di China.
Berdasarkan majalah The Economist pada bulan Maret ini, terdapat banyak kasus pembunuhan terhadap bayi perempuan China yang baru lahir. Dan itu dilakukan oleh ayah mereka sendiri. Benar-benar mengulang masa jahiliah. Menurut analisis majalah tersebut, peraturan anak satu mendorong keluarga China lebih memilih anak lelaki daripada anak perempuan. Hal itu disebabkan anggapan membesarkan anak perempuan adalah hal yang merugikan karena setelah menikah, yang akan mendapatkan bakti si anak adalah mertuanya.

Jika keadaan ini terus berlangsung, dalam sepuluh tahun ke depan, China akan mengalami kekurangan pengantin wanita. Kemungkinan besar, akan terjadi banyak perkawinan campuran antara pria China dengan wanita asing. Hal ini sudah mulai merebak di Korea Selatan. 10% pria Korsel menikahi wanita asing sehingga menghasilkan keturunan yang disebut Kosean (Korean-Asian).
Diskriminasi gender juga dialami oleh wanita India. Seperti yang sudah diketahui, dalam budaya India, wanita lah yang membayar biaya melamar pria (seperti uang pembelian di budaya Minang). Hal ini mengakibatkan anggapan bahwa wanita lebih mahal biaya asuhnya sehingga mereka lebih memilih anak lelaki daripada anak perempuan.

2. Tak ada pembagian kasta
Kita bersyukur, Indonesia tak mengenal pembagian kasta seperti di India. Pembagian kasta di sana menelurkan kuota pekerjaan 10% bagi warga negara non Hindu yang dimasukkan dalam tataran terendah. Padahal, jumlah warga muslimnya sendiri 20% populasi India, belum yang beragama Kristen.

3. Sistem Pendidikan kita tak membuat para siswa pulang jam 12 malam.
Di Korea, para siswa SMA belajar hingga larut malam. Mereka masuk pukul 7-8 pagi dan pulang pukul 10-12 malam. Ditambah dengan beban belajar yang berat, hal ini menyebabkan para remaja di sana rentan bunuh diri.