Jumat, 17 September 2010

Koran Masuk Desa

Saya baru saja pulang kampung, momen lebaran memaksa saya berkutat kembali dengan pekerjaan-pekerjaan menggunung di kampung halaman. Momen itu juga mengingatkan saya bahwa saya telah berubah menjadi malas semenjak kuliah di Bandung. Well, lebaran kali ini telah berjasa menyentak hati saya, bahwa saya memerlukan perubahan, sesegera mungkin.

Ada satu peristiwa yang membekas di hati saya, agak lucu memang. Kakek saya yang orang kampung bercerita kepada anaknya (Om saya) tentang pekerjaan anak seorang tetangga yang kerja di Pertamina. Kakek menyatakan betapa hebatnya si anak tetangga tersebut. Om saya yang merasa si anak tetangga tidak seberapa hebat mengatakan bahwa ia juga kerja di bidang perminyakan. Si kakek menyatakan keraguannya, mengingat perusahaan tempat Om saya bekerja bukanlah Pertamina, beliau berpikir perusahaan tempat Om saya bekerja tidak sebagus Pertamina. Beliau juga terkaget-kaget ketika mengetahui bulik saya kerjanya di oil company juga. Beliau mengira bulik yang berprofesi sebagai akuntan tidak mungkin bekerja di perusahaan minyak.

Kejadian serupa juga terjadi lagi di tempat salah seorang saudara. Si saudara yang menurut saya lebih well-educated daripada kakek saya menanyakan tentang nama perusahaan tempat si Om bekerja pada saya. ketika saya menyebutkan nama perusahaannya, dia merasa asing. Mungkin saja dia mengira bahwa nama perusahaan yang saya sebutkan adalah produsen lampu pijar.

Saya jadi tersadar akan besarnya jurang informasi yang tersedia di kota dan di desa. Betapa terkucilnya hidup mereka, betapa sempitnya dunia mereka. Mereka mungkin tidak mengetahui perkembangan ekonomi dunia dan apa ancaman yang dapat mereka peroleh darinya. Mungkin karena sebab itulah Indonesia rendah tingkat daya saingnya di dunia.

Kenapa informasi-informasi penting itu tidak tersampaikan? Apa berita-berita TV kurang mengeksposnya? Jujur saja saya tidak tahu. Berhubung di kosan tidak ada TV, saya tidak tahu tayangan-tayangan TV. Pertanyaan selanjutnya muncul, bagaimana cara mengurangi jurang informasi ini? Selain dari program-program berita TV juga mungkin pemerintah bisa menggalakkan program Koran Masuk Desa. Bikin satu papan baca di tempat warga sering berkumpul, dan tempelkan koran-koran terbitan hari itu di sana.

Program Koran Masuk Desa ini juga dapat mengatasi kebutuhan warga yang memang ingin membaca koran tapi terhalangi biaya. Pertanyaan berikutnya, apakah koran-koran ini akan dibaca warga? Nah itu juga membuat saya bingung. Sementara saya belum menemukan jawabannya, ada yang mau membantu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagi-bagi pendapatnya ya...